Pasal 372 KUHP – Penggelapan dalam Jabatan
Meskipun tidak sepenuhnya masuk dalam kategori penipuan, pasal ini mengatur tentang penggelapan yang berkaitan dengan jabatan atau kepercayaan, yang seringkali juga disertai dengan tindakan penipuan. Isi Pasal 372 KUHP:
“Barang siapa yang dengan sengaja menggelapkan barang yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, yang dipercayakan kepadanya, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Penjelasan: Pasal ini berkaitan dengan penggelapan yang sering terjadi dalam konteks pekerjaan atau jabatan. Meskipun bukan penipuan dalam arti yang luas, penggelapan ini bisa melibatkan manipulasi atau kebohongan terkait harta yang dikelola.
Pasal Penipuan dalam UU ITE 2024
Walaupun UU ITE dan perubahannya tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan, namun terkait dengan berita bohong yang menyebabkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik, terdapat ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU 1/2024 sebagai berikut:
Setiap orang dengan sengaja mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi pemberitahuan bohong atau informasi menyesatkan yang mengakibatkan kerugian materiel bagi konsumen dalam transaksi elektronik.
Adapun orang yang melanggar Pasal 28 ayat (1) UU 1/2024 berpotensi dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 45A ayat (1) UU 1/2024.
Lebih lanjut, Lampiran SKB UU ITE menerangkan perihal Pasal 28 ayat (1) UU ITE tentang penyebaran berita bohong yang menyebabkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik, sebelum diubah dengan Pasal 28 ayat (1) UU 1/2024 sebagai berikut (hal. 16-17):
Lantas, untuk menjerat pelaku penipuan online, dalam hal ini penipu tiket konser musik secara online, pasal apa yang dipakai? Apakah KUHP atau UU 1/2024?
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran keempat artikel dengan judul Pasal untuk Menjerat Pelaku Penipuan dalam Jual Beli Online yang dibuat oleh Adi Condro Bawono, S.H., M.H., yang dipublikasikan pertama kali pada Senin, 16 Januari 2012, kemudian dimutakhirkan pertama kali oleh Sovia Hasanah, S.H., pada Selasa, 9 Oktober 2018, kedua kalinya pada Kamis, 22 Juli 2021, dan ketiga kalinya oleh Erizka Permatasari, S.H. pada Rabu, 6 Juli 2022.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan RKUHP yang baru disahkan pada tanggal 6 Desember 2022.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Perbedaan Pasal Penipuan dan Penggelapan
Lantas, menjawab pertanyaan Anda, apa perbedaan penipuan dan penggelapan? Untuk mempermudah pemahaman Anda, kami merangkum perbedaan pasal penggelapan dan penipuan dalam bentuk tabel berikut.
Sedari awal, pelaku membujuk korban untuk menyerahkan atau memberikan barang. Penipuan baru selesai saat korban menyerahkan barang sebagaimana dikehendaki pelaku.
Bisakah Orang yang “Merekomendasikan” Penipu ikut Dipidana?
Menjawab pertanyaan Anda, atas kasus penipuan yang dialami, kami menilai bahwa ada dua kemungkinan yang bisa terjadi.
Sebagaimana dijelaskan dalam Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan dalam Penolakan Perpanjangan Sewa, dalam hukum pidana dikenal dengan adanya asas tiada pidana tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld). Asas ini bermakna bahwa orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana) kalau tidak melakukan perbuatan pidana.
Dapat dikatakan bahwa asas ini menjadi dasar pertanggungjawaban seseorang atas perbuatan yang telah dilakukannya, dalam hal ini pertanggungjawaban pidana.
Laporan Penipuan Online
Jika Anda tertipu transaksi online, dipaksa melakukan transfer sejumlah uang dengan iming-iming hadiah atau bentuk penipuan lain sebagaimana disebut di atas, Anda dapat melakukan pelaporan penipuan online melalui CekRekening.id by Kominfo, dengan tahapan sebagai berikut:
Penyalahgunaan jasa telekomunikasi berupa panggilan dan/atau pesan yang bersifat mengganggu dan/atau tidak dikehendaki juga dapat diindikasikan sebagai penipuan.
Berdasarkan informasi yang dilansir dari laman Aduan BRTI Kominfo, berikut adalah alur pelaporan penipuan online yang dapat Anda lakukan:
Selain melapor secara online, Anda juga dapat melaporkan penipuan online ke polisi. Selengkapnya dapat Anda baca dalam artikel Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya.
Kesimpulannya, pasal penipuan online, pasal tentang penipuan jual beli online maupun pasal penipuan pinjaman online memang tidak diatur secara eksplisit dalam KUHP lama dan RKUHP maupun UU ITE beserta perubahannya. Akan tetapi, menurut hemat kami, pelaku penipuan online dapat dijerat menggunakan Pasal 28 ayat (1) UU ITE jo. Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016.
Baca juga: 5 Modus Penipuan Online dan Cara Melaporkannya ke Polisi
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Dimas Hutomo, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 3 Juli 2019.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Contoh Kasus Penipuan dan Penggelapan
Selanjutnya, kami akan berikan contoh kasus penipuan dan penggelapan. Misalnya, si A hendak menjual mobil miliknya. B lalu menawarkan kepada A bahwa ia bisa menjualkan mobil A ke pihak ketiga. Setelahnya, A menyetujui tawaran B, dan ternyata mobil tersebut kemudian hilang.
Dalam kasus ini, dapat merupakan penipuan dan penggelapan. Termasuk penipuan, jika sejak awal B tidak berniat untuk menjualkan mobil A, melainkan hendak membawa kabur mobil tersebut. Termasuk penggelapan, jika pada awalnya B berniat untuk menjualkan mobil A ke pihak ketiga, namun di tengah perjalanan B berubah niat dan membawa kabur mobil A.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
[2] Pasal 79 ayat (1) huruf e UU 1/2023
[3] Penjelasan Pasal 492 UU 1/2023
[4] Penjelasan Pasal 492 UU 1/2023
[5] Penjelasan Pasal 492 UU 1/2023
[6] Penjelasan Pasal 492 UU 1/2023
[7] Penjelasan Pasal 492 UU 1/2023
[9] Pasal 79 ayat (1) huruf d UU 1/2023
[10] Penjelasan Pasal 486 UU 1/2023
[11] Penjelasan Pasal 486 UU 1/2023
[12] Penjelasan Pasal 486 UU 1/2023
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel berjudul Merekomendasikan Orang yang Ternyata Penipu, Bisakah Dipidana yang dibuat oleh Negarawati Ester Benedicta Sihombing, S.H. dan dipublikasikan pertama kali pada Jumat, 23 Juli 2021.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Sebelum menjawab inti pertanyaan Anda tentang adakah pidana bagi orang yang “merekomendasikan”, kami perlu menjelaskan lebih lanjut terkait pasal penipuan atau tindak pidana penipuan terlebih dahulu.
Ketentuan Pasal 378 KUHP menerangkan bahwa yang dimaksud dengan penipuan adalah kondisi yang dilakukan oleh siapa pun dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, atau pun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Jika diperhatikan, unsur-unsur dari pasal penipuan tersebut, antara lain:
Lebih lanjut, terkait pasal penipuan, R. Soesilo dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal.261) menerangkan ada sejumlah unsur-unsur tindak pidana penipuan yang perlu diperhatikan, yaitu:
nama yang digunakan bukanlah namanya sendiri, sebagai contoh nama ‘Saimin’ dikatakan ‘Zaimin’, tidak dapat dikatakan menyebut nama palsu, akan tetapi kalau ditulis, maka dianggap sebagai menyebut nama palsu.
atau suatu tipu yang demikian liciknya, sehingga seorang yang berpikiran normal dapat tertipu.
satu kata bohong tidaklah cukup, harus terdapat banyak kata-kata bohong yang tersusun demikian rupa, sehingga keseluruhannya merupakan cerita sesuatu yang seakan-akan benar.
Pasal 386 KUHP – Penipuan dalam Transaksi Perdagangan
Pasal 386 KUHP mengatur tentang penipuan yang terjadi dalam konteks transaksi perdagangan, seperti penjualan barang yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan atau penipuan terkait kualitas barang. Isi Pasal 386 KUHP:
“Barang siapa dalam transaksi perdagangan, dengan sengaja mengelabui pihak lain untuk membeli atau menerima barang yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”
Penjelasan: Pasal ini memberikan sanksi bagi siapa saja yang melakukan penipuan dalam perdagangan, seperti menjual barang palsu, barang dengan kualitas yang lebih rendah dari yang dijanjikan, atau menggunakan informasi yang menyesatkan.
Pertanggungjawaban Pidana
Mengutip Pound, Romli Atmasasmita dalam buku Perbandingan Hukum Pidana (hal. 65) menerangkan bahwa pertanggungjawaban pidana adalah suatu kewajiban untuk membayar pembalasan yang akan diterima pelaku dari seseorang yang telah dirugikan.
Masih perihal pertanggungjawaban pidana, Roeslan Saleh dalam buku Pikiran-Pikiran tentang Pertanggungjawaban Pidana (hal. 33) menerangkan bahwa pertanggungjawaban pidana diartikan sebagai diteruskannya celaan yang objektif yang ada pada perbuatan pidana dan secara subjektif memenuhi syarat untuk dapat dipidana karena perbuatannya itu.
Adapun yang dimaksud dengan celaan objektif adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang tersebut merupakan perbuatan yang dilarang oleh hukum, sedangkan celaan subjektif adalah orang yang melakukan perbuatan yang dilarang atau bertentangan dengan hukum (hal. 33).
Merujuk pada permasalahan Anda, apabila orang yang merekomendasikan tidak mengetahui kasus penipuan atau niat jahat yang akan dilakukan oleh orang yang direkomendasikannya, maka orang yang merekomendasikan tidak dapat dimintai pertanggungjawaban.
Namun, apabila orang yang merekomendasikan ini mengetahui adanya niat jahat kemudian bersekongkol atau melakukan pemufakatan jahat, dan ikut serta dalam melakukan upaya penipuan serta memenuhi unsur tindak pidana penipuan, maka orang yang merekomendasikan dapat dikategorikan sebagai orang yang turut serta dalam melakukan pasal penipuan dan dapat diminta pertanggungjawaban.
Hal ini ditegaskan dalam Pasal 55 ayat (1) KUHP, yang menyatakan bahwa yang dipidana sebagai pelaku tindak pidana adalah:
Perlu diingat bahwa pertanggungjawaban pidana hanya berlaku bila seseorang melakukan sebuah tindak pidana. Oleh karenanya, apabila orang yang merekomendasikan tidak turut serta melakukan tindak pidana yang dilakukan oleh orang yang direkomendasikannya, maka ia tidak dapat dimintai pertanggungjawaban baik secara pidana maupun perdata. Melainkan orang yang merekomendasikan hanya bertanggung jawab secara moral atas tindakan orang yang direkomendasikannya.
Demikian jawaban kami seputar pasal penipuan dan sanksi hukum yang mungkin dijatuhkan pada orang yang merekomendasikannya, semoga bermanfaat.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Tindak pidana penipuan diatur dalam Pasal 378 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan Pasal 492 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[1] yaitu tahun 2026.
Bunyi Pasal 378 KUHP tentang tindak pidana penipuan adalah:
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
Adapun, pasal tindak pidana penipuan dalam Pasal 492 UU 1/2023 adalah:
Setiap Orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau kedudukan palsu, menggunakan tipu muslihat atau rangkaian kata bohong, menggerakkan orang supaya menyerahkan suatu barang, memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapus piutang, dipidana karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
Sebagai informasi, denda kategori V dalam Pasal 492 UU 1/2023 di atas adalah Rp500 juta.[2]
Menurut R. Sugandhi, unsur-unsur tindak pidana penipuan yang terkandung dalam Pasal 378 KUHP adalah tindakan seseorang dengan tipu muslihat, rangkaian kebohongan, nama palsu dan keadaan palsu dengan maksud menguntungkan diri sendiri dengan tiada hak.[3]
Lebih lanjut menurut R. Soesilo, kejahatan pada Pasal 378 KUHP dinamakan “penipuan”, yang mana penipu itu pekerjaannya:[4]
Pasal 378 KUHP – Penipuan Umum
Pasal 378 KUHP adalah pasal utama yang mengatur tentang tindak pidana penipuan dalam hukum pidana Indonesia. Pasal ini mengatur mengenai tindakan yang dilakukan dengan cara menipu seseorang untuk mendapatkan keuntungan secara tidak sah. Isi Pasal 378 KUHP:
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu, atau dengan tipu muslihat, atau rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu, atau memberikan hutang, yang dapat mendatangkan kerugian, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Penjelasan: Pasal ini mengatur tentang penipuan dengan menggunakan modus operandi seperti menyamar menggunakan identitas palsu, memberikan informasi yang salah, atau melakukan tindakan yang membujuk korban untuk menyerahkan harta benda atau memberikan pinjaman. Hukuman bagi pelaku penipuan ini adalah penjara maksimal 4 tahun.