Dalam agama Buddha Dewa secara umum dibagi menjadi 3 Tingkatan yakni:
1. Dewa Kamadhatu adalah dewa tingkatan yang paling rendah, mereka masih memiliki nafsu indera sehingga masih memiliki rupa (bentuk) yakni memiliki jenis kelamin (dewa dan dewi). Dewa kamadhatu tinggal di alam kamaloka di mana di alam dewa ini memiliki 6 tingkatan surga. Dewa yang terlahir disini memiliki usia 500 tahun sampai jutaan tahun, dan 1 hari di alam surga ini rata-rata di alam manusia antara 100tahun sampai puluhan ribu tahun. Untuk bisa terlahir menjadi dewa Kamadhatu seseorang hanya perlu banyak berbuat baik tanpa perlu membina batin, siapa saja bisa terlahir di alam ini.
2. Dewa Rupa Brahma adalah Dewa Brahma yang tinggal di alam Rupaloka. Dewa Brahma yang tinggal di alam ini sudah tidak memiliki nafsu sehingga mereka tidak memiliki jenis kelamin tetapi masih memiliki tubuh yang berbentuk. Dewa brahma hanya memiliki 1 jenis tidak seperti dewa kamaloka yang memiliki jenis dewa dan dewi. Usia dewa rupa brahma rata-rata bisa mencapai jutaan milyaran tahun dengan 1 hari di alam rupa brahma rata-rata jutaan tahun alam manusia. Zaman sebelum Buddha, banyak dewa Rupa Brahma disembah umat manusia sebagai Tuhan, karena mereka memiliki usia yang sangat panjang, dan mereka juga menyaksikan alam semesta ini musnah dan tercipta ulang. Untuk terlahir di alam ini seseorang harus berjuang menghilangkan nafsu keinginan dan mencapai Jhana dalam meditasi.
3. Dewa Arupa Brahma adalah Dewa Brahma yang tidak memiliki nafsu dan juga tidak memiliki wujud rupa. Mereka hanya memiliki batin saja. Dewa Arupa Brahma memiliki usia yang sangat panjang sekali, sehingga mereka bisa menyaksikan puluhan bahkan ratusan kali penciptaan ulang bumi. Untuk terlahir di alam ini seseorang harus mengembangkan meditasi tingkat tinggi dan mencapai Arupa Jhana.
Walaupun usia para dewa rata-rata lebih panjang dari usia manusia, mereka tetap saja belum bisa terbebas dari kelahiran berulang. Oleh karena itu, Buddha mengajarkan cara untuk mengatasi kelahiran berulang dengan melenyapkan semua kekotoran batin sehingga batin ini lenyap, maka kelahiran berulang pun hilang, inilah yang biasa disebut keadaan Nirvana.
Demikianlah yang aku dengar, namo sarva Bodhisattva Mahasattva Bodhi Svaha.....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Filsafat Selengkapnya
JAKARTA, celebrities.id Dewa dewi dalam agama Hindu beserta tugasnya bersifat esa dan berperan sebagai sosok penguasa mutlak nan kekal.Namun, dewa dewi tersebut juga mewujud sesuai tugasnya masing-masing dalam menjaga keseimbangan alam.
Mengutip dari berbagai sumber, Selasa (22/2/2022), berikut ini dewa dewi dalam agama Hindu yang paling populer dan juga tugas-tugas yang mereka emban.
Dewa-Dewi dalam agama Hindu yang pertama adalah Brahma. Dewa Brahma adalah bagian pertama dari Tritunggal yang bertugas sebagai pencipta semesta.
Dalam mitologi Hindu, Dewa Brahma lahir bukan dari rahim seorang ibu melainkan dari sebuah bunga teratai.
Dewa-Dewi dalam agama Hindu yang ke-dua adalah Wisnu. Seperti Dewa Brahma, Dewa Wisnu adalah bagian dari Tritunggal yang tugasnya mempertahankan keharmonisan alam semesta. Nantinya, tugas Dewa Wisnu akan dilanjutkan dengan anggota Tritunggal ke-tiga.
Dewa-Dewi dalam agama Hindu yang ke-tiga adalah Siwa. Melanjutkan tugas Dewa Wisnu, Dewa Siwa berperan sebagai pelebur alam semesta dan mempersiapkannya untuk penciptaan kembali. Dengan tugasnya ini, siklus kehidupan pun akan dimulai kembali di tangan Dewa Brahma.
Dewa-Dewi dalam agama Hindu yang selanjutnya adalah Ganesha. Dikenal berkepala gajah, Dewa Ganesha adalah dewa ilmu pengetahuan dan juga kebijaksanaan. Meski Tuhan punya konsep tak beranak dan diperanakkan, dalam panteon Hindu Dewa Ganesha adalah putra dari Dewa Siwa.
Dewa-Dewi dalam agama Hindu yang berikutnya adalah Sri. Sering disebut oleh orang tua ketika anak-anaknya enggan menghabiskan makanan, Dewi Sri adalah seorang Dewi yang bertugas untuk mengatur pangan serta pertanian di alam semesta.
Dewa-Dewi dalam agama Hindu yang terakhir adalah Agni. Merupakan Dewa Api, Dewa Agni berperan sebagai pemimpin upacara dan juga duta untuk para Dewa. Ia dikenal sebagai Dewa Api karena tubuhnya yang digambarkan berwarna merah dan rambut yang mirip kobaran api.
Dari sloka diatas menjelaskan bahwa Tuhan dalam Veda adalah Yang Maha Esa atau Tunggal dan mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa, dalam segalanya memiliki arti Tuhan adalah kesatuan tertinggi yang dapat disebutkan sebagai raja dari segala makhluk hidup yang tidak lain diciptakan oleh beliau yang maha Esa.
Brahman meresap kedalam seluruh alam semesta beserta isinya sehingga perwujudan beliau tidak dapat digambarkan oleh umat manusia. Dalam kehidupan, manusia yang berumat Hindu harus memiliki sradha (kepercayaan) yang mantap. Seseorang yang memiliki kepercayaan yang tidak mantap, hidupnya akan menrasa canggung, ragu, tidak tenang, dan terombang-ambing.
Tuhan memiliki empat kemahakuasaan yang disebut dengan Cadhu Sakti. Berasal dari Bahasa Sansekerta Cadhu memiliki arti catur atau empat dan Sakti artinya kemahakuasaan atau kekuatan. Sehingga Cadhu Sakti adalah empat kemahakuasaan atau kekuatan yang dimiliki oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Berikut penjelasan terkait bagian-bagian dari Cadhu Sakti:
Memiliki arti Ida Sang Hyang Widhi mempunyai sifat maha kuasa. Kemahakuasaan Ida Sang Hyang Widhi tidak mungkin dimiliki oleh umat manusia di bumi ini. Hal tersebut dikatakan dalam beberapa sloka seperti, "Sarvam idham kalu Brahman" memiliki arti segala yang ada diciptakan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Sloka "Wyapi Wyapaka Nirwikara" memiliki arti Ida Sang Hyang Widhi berada dimana-mana dan tidak terpikirkan, Sehingga hanya Ida Sang Hyang Widhi saja yang memiliki sifat yang maha kuasa. Menguasai seluruh ciptaan-Nya, memelihara segala yang ada di dalam alam Bhur Loka, Bhuah Loka, dan Swah Loka. Seluruh makhluk hidup memiliki cara hidupnya masing-masing walaupun diciptakan oleh satu Tuhan. Perbedaan tersebut disebabkan oleh Pramana yang berbeda-beda. Tumbuhan memiliki Eka Pramana yang menyebabkan tumbuhan hanya bisa tumbuh dan berkembang saja, Binatang/hewan memiliki Dwi Pramana yang menyebabkan hewan bisa tumbuh/bergerak dan berbicara, lalu manusia memiliki Tri Pramana yang menyebabkan bisa berpikir, berbicara, dan bergerak. Oleh sebab itu, manusia dikatakan makhluk yang paling sempurna.
Memiliki arti Ida Sang Hyang Widhi bersifat maha ada. Dimana setiap makhluk yang ada di bumi dijiwai oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa, sehingga disebut juga sebagai Sang Hyang Sangkan. Memiliki sifat yang ada dimana-mana dikatakan sebagai Hana Tan Hana yang artinya ada tapi tidak terlihat.
Memiliki arti Ida Sang Hyang Widhi bersifat maha tau. Dimana sifat kemahatahuan ini menyebabkan umatnya selalu yakin dan berusaha untuk melakukan sesuatru di jalan yang baik dan benar. Tuhan maha tau selalu mengetahui, melihat, dan mendengar apa yang kita lakukan, apa yang kita ucapkan, dan apa yang kita pikirkan. Hal ini karena Tuhan memiliki tiga sifat yakni Dura Jnana (mengetahui segalanya), Dura Darsana (melihat segalanya sehingga beliau disebut Betel Tingal atau berpenglihatan yang tembus), dan Dura Srawana (memiliki pendengaran yang tembus yaitu dimanapun umatnya berada Tuhan mendengarkan ucapan-ucapannya). Dengan kemampuan Jnana Sakti menyebabkan adanya ajaran Karma Phala. Ajaran Kharma Phala adalah ajaran dimana setiap perbuatan yang dilakukan selalu membuahkan hasil, mencakup perbuatan baik dan buruk. Untuk itu kita perlu untuk selalu berbuat baik kepada siapapun, dimanapun, dan kapanpun.
Memiliki arti Ida Sang Hyang Widhi bersifat maha karya. Dimana sifat ini disebut dengan takdir atau kodrat. Kemampuan yang dimiliki Tuhan tidak ada yang bisa menahan, menentang, dan melawan kehendak Beliau. Kemahakuasaan yang dimiliki Tuhan seperti, adanya musim kemarau, musim hujan, gempa bumi, gunung Meletus, tsunami, dan peritiwa alam lainnya adalah kehendak Tuhan.
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Dewa (Dewanagari: देव; ,IAST: Deva, देव) adalah kata dari bahasa Sanskerta yang berarti "terang", "mulia", "makhluk surgawi", "makhluk ilahi", "hal yang cemerlang",[1] dan dapat mengacu kepada suatu golongan makhluk gaib dalam agama Hindu.[2] Dewa merupakan istilah maskulin; padanan feminin untuk istilah tersebut ialah Dewi. Kata tersebut sepadan dengan istilah Latin "Deus" dan Yunani "Zeus".
Dalam sastra Weda Kuno, seluruh makhluk gaib dapat disebut "dewa"[3][4][5] dan asura.[6][7] Konsep tersebut akhirnya mengalami perkembangan dalam kesusastraan India Kuno, dan pada akhir periode Weda, makhluk gaib yang baik disebut Dewa-asura. Dalam sastra Hindu pasca-periode Weda, seperti Purana dan Itihasa, para dewa merupakan makhluk baik, sedangkan asura makhluk jahat. Dalam sejumlah karya sastra India Abad Pertengahan, para dewa juga disebut sebagai "sura", dan sifatnya bertolak belakang dengan saudara tiri mereka yang sama-sama sakti, yang disebut sebagai "asura".[8]
Para dewa, demikian pula para asura, yaksa (roh penunggu alam), dan raksasa (monster, setan), merupakan bagian dari mitologi India. Para dewa muncul dalam berbagai kisah-kisah kosmologis dalam agama Hindu.[9][10]
Dalam tradisi Hindu umumnya seperti Adwaita wedanta dan Agama Hindu Dharma, Dewa dipandang sebagai manifestasi Brahman dan enggan dipuja sebagai Tuhan tersendiri dan para dewa setara derajatnya dengan dewa lain. Namun dalam filsafat Hindu Dwaita, para dewa tertentu memiliki sekte tertentu pula yang memujanya sebagai Dewa tertinggi. Dalam hal ini, beberapa sekte memiliki paham monoteisme terhadap Dewa tertentu (lihat: Waisnawa).
Kata “dewa” (deva) berasal dari kata “div” yang berarti “bersinar”. Dalam bahasa Latin “deus” berarti “dewa” dan “divus” berarti bersifat ketuhanan. Dalam bahasa Inggris istilah Dewa sama dengan “deity”, dalam bahasa Prancis “dieu” dan dalam bahasa Italia “dio”. Dalam bahasa Lithuania, kata yang sama dengan “deva” adalah “dievas”, bahasa Latvia: “dievs”, Prussia: “deiwas”. Kata-kata tersebut dianggap memiliki makna sama. “Devi” (atau Dewi) adalah sebutan untuk Dewa berjenis kelamin wanita. Para Dewa (jamak) disebut dengan istilah “Devatā” (dewata).
Dalam kitab suci Regweda, Weda yang pertama, disebutkan adanya 33 Dewa, yang mana ketiga puluh tiga Dewa tersebut merupakan manifestasi dari kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Dewa yang banyak disebut adalah Indra, Agni, Baruna dan Soma. Baruna, adalah Dewa yang juga seorang Asura. Menurut ajaran agama Hindu, Para Dewa (misalnya Baruna, Agni, Bayu) mengatur unsur-unsur alam seperti air, api, angin, dan sebagainya. Mereka menyatakan dirinya di bawah derajat Tuhan yang agung. Mereka tidak sama dan tidak sederajat dengan Tuhan Yang Maha Esa, melainkan manifestasi Tuhan (Brahman) itu sendiri.
Dalam kitab-kitab Weda dinyatakan bahwa para Dewa tidak dapat bergerak bebas tanpa kehendak Tuhan. Para Dewa juga tidak dapat menganugerahkan sesuatu tanpa kehendak Tuhan. Para Dewa, sama seperti makhluk hidup yang lainnya, bergantung kepada kehendak Tuhan. Dalam kitab suci Bhagawadgita diterangkan bahwa hanya memuja Dewa saja bukanlah perilaku penyembah yang baik, hendaknya penyembah para Dewa tidak melupakan Tuhan yang menganugerahi berkah sesungguhnya. Para Dewa hanyalah perantara Tuhan. Tuhan Yang Maha Esa melalui perantara Kresna bersabda:
sa tayā śraddhayā yuktas, tasyārādhanam īhate, labhate ca tatah kaman, mayaiva vihitān hi tān.
— Bhagawadgita (7:22)
Setelah diberi kepercayaan tersebut, mereka berusaha menyembah Dewa tertentu dan memperoleh apa yang diinginkannya. Namun sesungguhnya hanya Aku sendiri yang menganugerahkan berkat-berkat tersebut.